Memulai Perjalanan Hip Hop Dengan Ande Andee

Musik sama halnya dengan berteman. Semakin banyak dan beragam, maka terasa makin berwarna. Semakin beragam warna yang dimasukkan, maka gairah untuk menggali masing-masing warna akan terus ada. Dua telinga, dua mata, dua tangan, dua kaki, dua puluh jari-jemari, satu mulut. Banyak mendengar, banyak melihat, banyak eksplorasi, banyak riset, sedikit bacot. Kira-kira seperti itu. Wawasan musik akan terus bertumbuh dengan beberapa hal di atas, terlebih untuk seseorang yang melabeli atau dilabeli sebagai musisi. Setiap musik yang saya dengarkan punya petualangannya masing-masing. Salah satu yang unik adalah “Black Steel In The Hours Of Chaos” milik Public Enemy yang kemudian dibawakan ulang Sepultura yang berkolaborasi dengan Sabotage. Thrash Metal yang menuntun saya menuju pekarangan hip hop. A whole new world. Terlebih saat dua kali menuntaskan “Ketika Boombox Usai Menyalak” yang ditulis oleh Herry Sutresna. Demi makin beragamnya referensi musik dan tidak ingin membatasi diri pada satu atau dua jenis musik saja, memulai perjalanan hip hop.

Perjalanan Hip Hop saya akhirnya menemukan Zookilla, Grill Dg. Lopo, Anikonik, juga Ande Andee. Di Makassar ada banyak sekali grup rap/hip hop, namun empat nama di atas yang saya tahu lebih dahulu. Sebagai pendengar awam, dosis hip hop ringan tanpa muluk-muluk adalah jawaban yang pas. Akhirnya, jawaban itu saya dapati di perayaan ulang tahun ke-31 Madama Radio yang diadakan di Pier52 beberapa waktu lalu (02/09/19) dengan menyaksikan penampilan live Ande Andee dan Adin. Sebelumnya, saya hanya melihat nama Ande Andee ini di berbagai e-flyer event yang berseliweran di lini masa sosial media saya. Sekilas, pelantun “Bombekko” ini terlihat mirip dengan gitaris Terapi Urine. Cerita punya cerita, rapper dengan nama asli Andrew Pradhana Pangala ini sudah mengenal hip hop dari tahun 2007 di Bandung dan akhirnya ke Makassar pada tahun 2012.

Pengunjung tampak antusias menyaksikan live perform Ande Andee

Saya tidak perlu menjelaskan apa saja kejadian di ranah musik bawah tanah Bandung dan siapa saja penggeraknya. Hal yang berbeda justru terjadi di Makassar yang menurut saya  terbilang sulit untuk mencari sejarah hip hop. Remah-remahnya di kota Makassar mungkin bisa diperoleh dari cerita orang tua yang sempat menggeluti break dance. Ande Andee kemudian terbilang aktif dalam skena hip hop di Makassar pada tahun 2017 dan akhirnya, 1 Juli 2019, merilis EP “Making Progressed” yang berisi enam lagu dan bulan Agustus kemarin merilis single “24/7”. Menyemburkan lirik dengan aksen khas daerah masing-masing memang bukan hal yang baru. “Lirik yang dibuat sengaja pake aksen Makassar yang bisa dibilang kekinian biar relate sama gampang diingat (pendengar)” ujarnya. Pemilihan beat yang modern, lirik yang sangat Makassar kota, dan rima yang sederhana mampu membuat lagu-lagu gampang tertinggal dalam kepala dalam sekali dengar. Apa yang saya cari terjawab sudah; dosis hip hop ringan tanpa muluk-muluk, namun saya tidak akan berhenti di sini.

Ande Andee tampil menghibur dalam perayaan ulang tahun Madama Radio ke-31 di Pier52

Perjalanan hip hop ini akan terus saya lanjutkan, mungkin akan selesai jika salah satu legenda hip hop Makassar, the living urban-hip hop-legend, the authentic hip hop OG mengeluarkan album atau project collabs. Kalian tahu siapa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top